Penulis : Moh Fharsi
Editor : Herman Makuaseng
INFOTIPIKOR.COM – Kisruh keberadaan goyang pato-pato dalam oerayaan Hari Ulang Tahun Daerah (Hutda) Kabupaten Buol ke 26, mengundang kegaduhan di tengah-tengah masyarakat Kabupaten Buol, hal ini terlihat dari perdebatan di berbagai platform media sosial baik facebook, Group WhatsApp, dan Tiktok.
Polemik ini mendapat kecamatan keras dari mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Buol Abdullah Lamase, menurutnya keberadaan foyang pato-pato dalam perayaan Hutda Kabupaten Buol ke 26 tahun 2025 tidak sesuai dengan tema serta visi-misi Bupati-Wakil Bupati Buol.
“Kami menolak keras tentang kegiatan ini karena tidak sesuai dengan misi Bupati Buol yakni “Buol Agamais, visi bukan janji kampanye melainkan kontrak politik dengan rakyat yang wajib dilaksanakan;” tulis Abdullah dalam akun facebooknya.
Sementara itu, Dr. Arianto Panambang, yang merupakan salah satu tokoh agama juga menyampaikan penolakan secara tegas terhadap kegiatan goyang oato-oato yang diinidiasi oleh panitia Hutda Buol ke 26. Menurut Dokter Anto, nama Sapaan, kegiatan ini bertentangan dengan nilai-nilai budaya dan dikhawatirkan akan mengikis nilai-nilai kebudayaan yang ada di Kabupaten Buol.
“Ini tidak menggambarkan nilai-nilai kebudayaan, kita punya budaya tersendiri yang perlu kita lestarikan dan tidak sesuai dengan tema kegiatan Hutda,” ungkap Arianto pPanambang.
Menaggapi hal tersebut Bupati Buol H. Risharyudi Triwibowo, MM, menggelar musyawarah bersama bersama panitia Hutda Buol, Front Peduli Budaya Buol, serta tokoh masyarakat dan tokoh agama, Rabu malam, 8 Oktober 2025 sekitar pukul 21.30 WITA, bertempat di Masjid Agung At-Tafakkur Kelurahan Leok 2.
Musyawarah ini digelar sebagai langkah bersama untuk mencari titik temu atas perbedaan pandangan mengenai pelaksanaan kegiatan budaya dalam rangka perayaan HUT ke 26 Kabupaten Buol.
Adapun hasil kesepakatan bersama adalah sebagai berikut:
1. Memberi ruang bagi keragaman budaya. Semua kerukunan adat yang ada di Kabupaten Buol tetap diberikan kesempatan untuk tampil dan berpartisipasi dalam perayaan Hutda Kabupaten Buol.
2. Acara akan dikemas dalam bentuk pentas kesenian kolaboratif, diawali dengan tarian adat budaya Buol “Monamot” sebagai pembuka, dilanjutkan dengan berbagai kesenian lainnya seperti tarian masamper atau pato-pato.
Dalam pelaksanaannya disepakati ketentuan berikut:
1. Jumlah peserta tari dibatasi maksimal 30 orang.
2. Tidak diperbolehkan mengajak penonton untuk ikut menari.
3. Seluruh peserta diwajibkan berbusana sopan dan sesuai norma kesusilaan.
4. Pertunjukan tidak diiringi musik yang mengandung syiar agama tertentu.
5. Dilarang keras adanya konsumsi maupun peredaran minuman keras (miras) selama kegiatan berlangsung.
Dan untuk publikasi kegiatan, panitia akan menyiapkan flayer dan publikasi resmi yang informatif serta mudah dipahami masyarakat, agar tidak menimbulkan persepsi negatif atau polemik di media sosial.
1. Kritik dan saran tetap dibuka.
2. Panitia bersama pemerintah daerah akan terus membuka ruang dialog dan menerima kritik serta saran konstruktif sebagai bahan evaluasi penyelenggaraan perayaan Hutda Kabupaten Buol.
Bupati berharap, dengan adanya kesepakatan ini seluruh pihak berharap suasana kebersamaan dan semangat persaudaraan antar warga Buol tetap terjaga, sehingga perayaan Hutda menjadi ajang memperkuat persatuan, melestarikan budaya, dan meneguhkan nilai-nilai religius di bumi oogogul yang tercinta,” pungkas Bupati Buol.