Editor : Redaksi
INFOTIPIKOR.COM | JAKARTA, Oleh : Melky Nahar (Kordinator Jaringan Advokasi Tambang) – Tanggal 21 Januari 2024,
Para calon Wakil Presiden 2024 telah
menjalani debat keempat, Minggu
Malam (21/1), dengan tema Sumber
Daya Alam, Lingkungan Hidup,
Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat
Adat danDesa.
Aktivitas bisnis dari
para pendukung para kontestan
utamanya bisnis tambang, adalah
penyebab utama pengerukan sumber
daya alam dan energi, penghancuran
lingkungan hidup,menyempit dan
kian musnahnya sumber-sumber
pangan warga.
Lebih dari itu, bisnis
yang selalu haus lahan ini, memicu
konflik-konflik pertanahan,
kriminalisasi, kekerasan terhadap
warga kampung dan masyarakat-
masyarakatadat.
Usai debat soal lingkungan hidup ini,
Jaringan Advokasi Jatam (JATAM)
mengajak warga untuk memblejeti
kepentingan-kepentingan bisnis dari
para kontestan dan para
pendukungnya,dengan meluncurkan
laporan “Jaringan Oligarki Tambang dan Energi Pada Pemilu 2024.
Laporan ini
menelusuri bisnis-bisnis di balik para
pendukung kandidat yang berpotensi
besar merusak lingkungan hidup serta
makin gentingnya daya respon
masyarakat pesisir dan pulau-pulau
kecil.
Selain juga benturan
kepentingan oligarki penguasa dan
bisnis, telah menelurkan berbagai
undang-undang yang memberi karpet
merah pada investasi.
Laporan ini digarap sejak Desember
2023 hingga Januari 2024. Dengan
fokus bisnis-bisnis para kandidat
dan tim kampanye, dari dokumen-
dokumen resmi terbaru, baik akta-
akta pemerintah maupun laporan
internal perusahaan serta, sebagai
sumber utama. Dokumen jurnal dan
berita-berita media, sebagai rujukan
pendukung.
“Afiliasi langsung bisnis para pihak ini
kami telusuri relasinya dengan
perusahaan-perusahaan lain yang
bergerak dalam sektor pertambangan
dan energi. Seluruh informasi yang
didapatkan kami himpun dan
analisis, lalu membuat kesimpulan
menggunakan metode Analisis
JejaringSosial,” tutur Melky Nahar,
Koordinator Nasional Jaringan
Advokasi Tambang, saat peluncuran
laporan. Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden (Pilpres) 2024 diikuti
tiga pasangan calon Presiden dan
Wakil Presiden, yaitu Anies Rasyid
Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Prabowo Subianto-Gibran
Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran),
dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD
(Ganjar-Mahfud).
Pasangan AMIN diusung oleh Partai
NasDem, PKB, dan PKS. Sementara
Prabowo-Gibran diusungoleh Partai
Gerindra, PAN, Golkar, Demokrat,
Gelora, Garuda, PSI, dan PBB. Lalu,
pasangan Ganjar-Mahfud MD diusung oleh
PDI Perjuangan, Perindo, PPP, dan
Hanura.
Diantara tiga pasangan Capres-
Cawapres termasuk partai politik
pendukung hingga tim pemenangan,
terdapat nama-nama yang berlatar
belakang pengusaha dan terafiliasi
dengan berbagai macam bisnis, salah
satunya di sektor pertambangan dan
energi.
“Di pasangan Anies-Muhaimin misalnya, terdapat tujuh orang yang
terafiliasi dengan bisnis
pertambangan dan energi. Di
pasangan Prabowo-Gibran, terdapat
delapan belas orang,termasuk
Prabowo Subianto. Sementara di
pasangan Ganjar-Mahfud, sebanyak
tujuh orang,” lanjut Melky Nahar.
“Deretan tim pemenangan yang
terafiliasi dengan tambang dan energi
dipasangan Capres-Cawapres ini,
selain sebagian memiliki relasi bisnis
satu sama lain dalam tim pemenangan kandidat yang sama, juga mempunyai relasi bisnis dengan tim pemenangan di pasangan Capres-Cawapres lain,” ungkap Melky.
Situasi ini menunjukkan bahwa dunia
politik memang sangat menggiurkan
bagi semua profesi, termasuk
pengusaha. Dan, tentu saja, rentan
dengan konflik kepentingan.
Dukungan finansial dan politik para
pebisnis ini cenderung berorientasi
untuk menikmati rente. Mereka
mempertahankan dan merebut
kekuasaan sehingga memperoleh
kemudahan (privilese) dan proteksi
politik.
“Hegemoni oligarki dalam politik
semacam pemilu ini akan
menghasilkan buah pahit bagi
demokrasi. Ia akan dengan mudah
mengotak-atik kebijakan dan regulasi, dan pada akhirnya akan dengan
mudah menjarah kekayaan
alam di tubuh kepulauan Indonesia,”
tegas Melky.
Situasi Pemilu 2024 ini pun tak jauh
berbeda dengan pemilu sebelumnya,
terutama pada Pemilu2019. Dimana
sebagian pasangan calon berlatar
belakang pengusaha, sementara
komposisi tim pemenangannya pun
juga sebagian besar pengusaha. Dilindungi, dengan menghilangkan
pasal pidana ketika izin yang
dikeluarkan bermasalah secara
hukum.
Diera pemerintahan Jokowi pula,
revisi UU KPK alih-alih memperkuat
pencegahan dan pemberantasan
korupsi, sebaliknya justru memberi
ruang bagi para pebisnis agar dapat
dengan mudah membajak proyek-
proyek negara tanpa dapat disentuh
secara hukum.
Dengan demikian, tak perlu menaruh
harapan berlebih kepada para
kontestan, partai politik pendukung
dan tim pemenangan.
Para kontestan yang sedang mempertahankan dan merebut kekuasaan itu, tidak lahir dan
besar dari situasi krisis, sebagaimana
situasi empiris yang dialami warga di
daerah lingkar tambang. “Sebaliknya,
mereka justru menjadi bagian dari
masalah,menikmati keuntungan
berlipat-ganda,” tegas Melky.