Editor : Redaksi
INFOTIPIKOR.COM – Sekitar 600 siswa SMP Negeri 1 BBC di Kabupaten Purwakarta terancam kehilangan tempat belajar akibat sengketa lahan yang saat ini tengah bergulir di pengadilan.
Sejumlah warga yang mengaku sebagai ahli waris mengajukan gugatan atas kepemilikan lahan sekolah tersebut.
Kasus ini telah memasuki tahap kasasi di Mahkamah Agung, setelah sebelumnya melalui putusan Pengadilan Negeri Purwakarta dan Pengadilan Tinggi Jawa Barat.
Persoalan ini mencerminkan rumitnya konflik agraria yang berdampak langsung pada akses pendidikan masyarakat, khususnya anak-anak usia sekolah yang merupakan generasi penerus bangsa.
Kuasa Hukum Bupati Purwakarta, Mayor CHK Marwan Iswandi, SH, menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Purwakarta melalui Dinas Pendidikan, telah mengambil langkah-langkah cepat dan strategis untuk mengatasi persoalan ini. Senin (09/10/2025).
“Bukti kepemilikan yang sah ada pada Pemkab melalui Dinas Pendidikan, yaitu sertifikat hak pakai. SMP ini sudah berdiri sejak tahun 1980. Dari sisi legalitas, statusnya sangat kuat,” jelas Marwan yang juga pernah menjadi Kuasa Hukum Pegi Perong di Kasus Vina Cirebon.
Ia juga mempertanyakan alasan dan waktu gugatan yang baru diajukan belakangan ini.
“Selama lebih dari 40 tahun keberadaan sekolah ini, mengapa baru sekarang menggugat? Berdasarkan ketentuan hukum, tanah yang telah dikuasai dan dimanfaatkan lebih dari 20 tahun dapat diajukan sertifikat, dan dalam hal ini Pemkab telah memiliki sertifikat resmi dari BPN,” tegasnya.
Lebih lanjut, Marwan menyebutkan bahwa terdapat kekeliruan dalam penentuan objek gugatan oleh pihak penggugat.
“Mereka menggugat berdasarkan kohir atau surat desa yang tidak sesuai dengan objek lahan yang sebenarnya,” ujarnya.
Meski dua putusan sebelumnya tidak menguntungkan Pemkab, Marwan optimistis Mahkamah Agung akan mengabulkan permohonan kasasi dan mengembalikan keadilan kepada pihak sekolah dan para siswa.
“Mahkamah Agung adalah harapan terakhir kami untuk memperjuangkan hak-hak 600 siswa dan guru. Jangan sampai kekalahan ini mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah,” pungkasnya.***