Surabaya | Infotipikor.com – Perselisihan antara Pondok Pesantren Al-Virtue dengan PT Griya Mapan Santoso (GMS) mengenai pengakuan tanah yang diakuisisi PT GMS di Komisi C DPRD Kota Surabaya, masih belum menemui titik temu.
Lilik Aliati, pemilik tanah Pondok Pesantren Al-Virtue mengatakan, PT GMS sejak pertengah Februari Tahun 2021 lalu telah mengakuisisi sebagian tanah yang belum dibangun. Sekitar 40% dari luas tanah 1 620m², dicaplok PT.GMS dengan memasang pagar seng.
“Pembangunan Pondok Pesantren sudah 60% sejak Tahun 2011 lalu, akan tetapi sejak Februari tahun 2021 lalu dipagari seng oleh GMS. Kami kecewa, PT.GMS tidak bisa menunjukkan sejarah tanahnya dan tidak hadir dari beberapa rapat disini (Kantor DPRD Surabaya),” ungkapnya, usai rapat hearing di Komisi C. (11/07/2022).
Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, Baktiono menyebut PT.GMS memiliki dasar Sertifikat Hak Milik (SHM), sedangkan Pondok Pesantren Al-Virtue memiliki dasar surat Letter C.
Kendati demikian, Komisi C DPRD Kota Surabaya akan melakukan tinjauan lapangan bersama Kelurahan Gunung Anyar, Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta foto udara dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP).
“Kami juga akan mendatangkan kedua belah pihak, untuk dilihat detailnya. Karena keduanya ini merasa memiliki tanah di persil yang sama, yakni persil 111. Tapi pembedanya di ancer, yaitu PT.GMS di ancer 21, sedangkan milik Pondok Pesantren di ancer 24,” jelasnya.
Dia juga mengaku kecewa, dengan tidak hadirnya PT GMS yang sudah diundang sebanyak tiga kali, tidak hadir dalam rapat hearing. Akan tetapi, PT GMS baru mengirimkan surat, disertai foto kopi SHM.
“Tapi pengakuan dari BPN belum mengeluarkan sertifikat untuk GMS. Kalau minggu depan tidak hadir lagi, kita langsung lihat tinjau lapangan aja, karena disana ada banyak lahan milik PT GMS, dipersil lain atau dipersil yang sama, tapi ancer berbeda-beda,” tegasnya.
Selain itu, Lurah Gunung Anyar, Dalglish Yuliantoro mengatakan, jika pihak Kelurahan akan memetakan tanah terlebih dahulu. Utamanya, juga menunggu warkah atau tanda resmi dari BPN.
“Jadi tinggal kita memastikan di lapangan, disitu ada ancernya siapa. Di buku kretek, seharusnya tidak tumpang tindih, karena berbeda ancer. Cuma keduanya menunjuk tanah yang sama, jadi kita tinggal menunggu saja, tanah yang ditunjuk itu ancernya milik siapa,”pungkasnya.
(Misti)