INFOTIPIKOR.COM | BEKASI – Setelah dikonfirmasi perihal adanya dugaan pungutan iuran pada siswa SMKN di Bekasi, Selasa (05/03/2025), pihak wali kelas X pada SMKN tersebut meminta wartawan menghubungi bagian informasi sekolah PPID.
“Maaf saya tidak punya kewenangan untuk penjelasan ini, silahkan saja datang ke PPID bagian informasi,” ujar KH pada media.
Saat ditanya siapa pihak sekolah yang dinilai tersebut, KH tidak menjawabnya lebih lanjut.
Seperti diketahui adanya pungutan atau iuran siswa SMKN favorit di Bekasi muncul sejak akan mengikuti ujian sekolah. SIswa diberikan surat oleh pihak komite sekolah dengan bukti kwitansi, dan dua komponen berdalih sumbangan sekolah tapi ditentukan besaranya sehingga mengundang pertanyaan.
Aktivis anti korupsi, Bang Galai Simanupak, mengungkapkan agar kasus ini dilaporkan kepada pihak aparatur penegak hukum, juga Gubernur dan DPRD Jawa Barat .
“Ini bukan hal pertama dan sekali terjadi di sekolah negeri baik level SMAN dan SMKN di Jawa Barat. Ketika adanya pungutan berdalih sumbangan, jika tidak memberikan atau membayar suatu sumbangan tersebut siswa tidak boleh mengikuti ujian sekolah,” ungkapnya.
Artinya apa telah ada di sini subjek dan objek hukum atas pungutan pada siswa tersebut oleh lembaga sekolah yang dibiayai dari negara atau pemerintah, itu intinya. Jika dikatakan sumbangan, maka sukarela, dan besaranya tidak ditentukan juga waktunya .
Nah ini tiap bulan rutin, siswa harus bayar lalu itupun digunakan dengan alasan peningkatan mutu sekolah,” ujar Galai Sinanupak.
Lebih lanjut, Galai Simanupak menjelaskan, aturan hukum dan saksi jika ini terungkap pada publik hal dugaan pungutan di SMKN tersebut.
“Hukuman pidana bagi pelaku pungli bisa dijerat dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pidana Korupsi, khususnya Pasal 12 E dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun penjara. Pelaku pungli juga bisa dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan bulan.
Pelaku pungli berstatus PNS dapat dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman maksimal enam tahun penjara.
“Sedangkan hukuman administratif bagi pelaku pelanggaran maladministrasi termasuk bagi pelaku pungli, bisa dikenakan Pasal 54 hingga Pasal 58 dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, penurunan pangkat, penurunan gaji berkala, hingga pelepasan dari jabatan,” pungkas Galai Simanumpak.
(Waghe | Infotipikor.com)