Infotipikor.com,Jakarta – PROJO mengingatkan Mahkamah Konstitusi (MK) agar tidak membuat keputusan
yang dapat menjadi pintu masuk untuk penundaan Pemilu 2024.
PROJO juga menegaskan pentingnya hari Pemilu pada 14 Februari 2024,sebagai
bentuk konsolidasi demokratis Republik Indonesia, untuk memastikan arah
keberlanjutan pembangunan secara reguler seperti yang telah diamanatkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Sidang Uji Materi (Judicial Review) UU No.7/2017 tentang Pemilihan Umum yang
sedang berjalan di MK ramai menjadi debat publik, terutama di kalangan partai
politik.
Gugatan tersebut ditujukan atas Pasal 168 Ayat (2) mengenai pemilihan anggota
DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem
proporsional terbuka.
PROJO tidak memiliki kepentingan khusus dengan gugatan uji material yang sedang
berlangsung di MK saat ini, karena Projo bukanlah partai politik.
Namun, PROJO
sangat prihatin jika MK tidak mempertimbangkan amanat konstitusi terkait dengan
regularisasi pergantian kekuasaan yang harus dihormati oleh semua aktor politik,
baik politisi maupun partai politik.
Regularisasi pergantian kekuasaan eksekutif dan legislatif,adalah cara yang paling
beradab untuk menyelesaikan kontestasi politik berdasarkan gagasan dan
kepentingan politik dan ekonomi.
Bagi PROJO, pemilu adalah tahapan terpenting dari rangkaian upaya pelembagaan
politik.Keperluan itu terutama dalam rangka memastikan bahwa kultur politik
demokrasi sudah harus mandiri, yaitu melembaga dalam kehidupan politik sehari-hari.
Melembaga berarti bahwa, kultur itu sudah menjadi kebutuhan publik dalam rangka
menjalankan tiga tugas mulia demokrasi: politik kesetaraan, politik kesejahteraan
yang berkeadilan sosial, dan politik kemajemukan.
Dalam imperatif ini, pemilu
menjadi peralatan penting bagi distribusi kekuasaan, sekaligus peralatan bagi
pelembagaan politik.
Pada aspek distribusi, pemilu harus memungkinkan terjadinya sirkulasi aktor
politik agar regenerasi berlanjut.
Kepentingan demokrasi bukan terletak pada
akumulasi kekuasaan, melainkan justru pada distribusinya.
Jadi, amatlah penting untuk memastikan bahwa fungsi distributif dari Pemilu harus
bekerja, karena hanya dengan kepastian itu kita dapat mengatakan bahwa sebuah
pemilu sungguh-sungguh merupakan upaya penting untuk memajukan kualitas
demokrasi.
Dengan demikian, penyelenggaraan pemilu yang tetap dan berkelanjutan,
merupakan imperatif bagi peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia.
Keputusan yang akan diambil MK mengenai gugatan terhadap sistem pemilu
proporsional terbuka,dapat saja membuat munculnya alasan untuk mengubah
regulasi pemilu sehingga PROJO mengkhawatirkan pengunduran jadwal Pemilu
2024.
Jika ini yang berlangsung, maka yang terjadi justru adalah pengkhianatan
terhadap demokrasi dan reformasi sekaligus.
Pelaksanaan Pemilu yang reguler dan berkelanjutan, merupakan amanat reformasi
dalam upaya untuk meningkatkan kualitas demokrasi kita.
Sebagaimana disitir oleh Robert Dahl, bahwa “partisipasi yang efektif dari
warganegara” dan “hak suara yang setara diantara warganegara” merupakan dua
kriteria yang pokok dalam demokrasi.
Dua kriteria pokok yang tercermin melalui pemilihan umum. Di titik inilah MK akan
dicatat sebagai pilar demokrasi, atau justru sebaliknya, sebagai perusak demokrasi
Indonesia.
Proses Pemilu 2024 sudah bergulir dan semua pihak, baik di dalam negeri dan para
pemangku kepentingan Indonesia di luar negeri, telah mempersiapkan diri dan
menantikan hasil positif dari kontestasi politik reguler.
Di tengah kebangkitan Bangsa Indonesia dari pandemi dan semakin mewarnai
peradaban dunia, penundaan Pemilu 2024 hanya akan berdampak negatif kepada
keberlanjutan pembangunan Indonesia dan pamor Indonesia di mata dunia.(***)