Infotipikor.com, Jakarta- Pameran seni lukis eternal ini di presentasikan oleh tiga orang pelukis dari kota Bandung yaitu pak Tondi Hasibuan, Supriatna, dan Andi Sopiandi.
Masing-masing pelukis memiliki latar belakang dan pengalaman hidup yang yang berbeda-beda, dari perbedaan tersebut diatas menghasilkan karya-karya kreatif yang berbeda aliran dari para pelukis nya.
Eternal sendiri adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Inggris yang memiliki arti kekal atau keabadian. Sebagai tajuk pameran hari ini dari Frasa karena memiliki sifat dari seni itu sendiri yaitu bahwa seni itu abadi sedang hidup adalah singkat atau sesaat, acara ini telah di laksanakan dari tanggal 20-30 Desember 2020 di Balai Budaya Jakarta jln.Gereja Theresia no.47 Menteng.
Tondi Hasibuan karya-karyanya isian dari berbagai peristiwa stori dan histori baik yang ada di negeri ini maupun yang ada di berbagai negeri lain.
Tondi Hasibuan mendapatkan pendidikan seni di Australia dan Inggris , inilah salah satu yang mendorong bahasa rupa yang di tampilkan dekat dengan pengaruh dari berbagai pencapaian yang ada di khasanah seni rupa modern di belahan dunia barat tetapi karyanya tetap berasa sangat Asia alias Nusantara.
Tema karyanya di ambil tentang Raja Brawijaya beserta nya, sang Semar yang sebenarnya adalah pelukis dari situasi dan kondisi yang ada sedangkan warnanya berasa warna tropis dengan merah, kuning, jingga , coklat tanah menyimbolkan sebuah kehangatan, bahasa rupa yang pak Tondi tampilkan antara kubis dan ekspresif, dari setiap lukisannya tergambar penyederhanaan dari bentuk daun yang menjadi salah satu cirinya.
Supriatna pelukis yang mendapatkan pendidikan seni dari seni rupa ITB Bandung, sejak kecil beliau tertarik dengan dunia seni rupa.
Awal karya-karyanya ketika masih menimba ilmu dan setelah kelulusan dari almamater berada di jalur abstrak tetapi kemudian karena pengaruh lingkungan dimana ia berkarya baik sebagai seniman dan sebagai pendidik, ia malah tertarik kembali dengan bentuk, khususnya figur-figur penari/perempuan dengan komposisi yang berbagai macam sudut pandang.
Rasa artistik tak lepas dari rasa artistik almamaternya. Bagi pak Supriatna sosok perempuan adalah sesuatu yang tidak saja indah tetapi juga memiliki nilai yang sakral sebagai bentuk penghargaan.
Andi Sopiandi pelukis yang belajar secara sendiri dan mandiri. Belajar dari berbagai buku dan dengan cara melihat banyak pameran seni rupa karena kegigihan dan kemauan kerasnya untuk belajar terus, menghantar dirinya ketika duduk di bangku SMA telah berani dan berhasil menggelar pameran tunggalnya yang pertama.
Dari peristiwa ini mendorong dirinya untuk menekuni seni lukis rupa sebagai jalan nya hingga hari ini. Tafril kanvasnya banyak merekam keindahan alam/ lanskap dengan warna-warna yang segar sebagai endapan alam bawah sadarnya yang menyimpan kenangan sebagai seorang pencinta alam.
Karya-karya mereka bertiga sebagai seniman akan menampilkan kurang lebih antara 8-10 lukisan dengan ukuran besar yang akan digelar secara offline dan online dengan menerapkan dengan ketat protokol kesehatan di tempat acara dan di buka oleh plt.ketua umum FSKN,YM.Rd. Rasic Hanif Radinal ( mewakili kerajaan Galuh), sekjen FSKN YM. Teuku Rafly (kesultanan Bambi dan Onoei, Sigli kesultanan Aceh) dan Ibu prof.Dr.Hj Een Hardiani S.sen. M.Hum (Rektor ISBI – Bandung), pameran ini dapat menjadi simbol peristiwa penutup tahun.