Penulis : Ari Wu
Editor : Herman Makuaseng
INFOTIPIKOR.COM – Di tengah tantangan krisis air yang kian nyata, hadir secercah teladan dari akar rumput. Komunitas Banyu Bening selama satu dekade konsisten menebarkan inspirasi: memanen air hujan, menyaringnya, lalu membagikannya sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat.
Gerakan sederhana namun berdampak besar ini mendapat apresiasi langsung dari Gusti Kanjeng Ratu Bendara (GKRB), Ketua Badan Promosi Pariwisata DIY, dalam acara Kenduri Banyu Udan X Ngopi (Ngobrol Inspirasi) Bareng yang digelar di Sekolah Air Hujan Banyu Bening, Sleman, Selasa (9/9).
Hadir mewakili GKRB, menegaskan pentingnya mengelola air secara bijak di tengah eksploitasi air tanah yang kian mengkhawatirkan. “Air adalah sumber kehidupan. Tanpa kesadaran menjaga, kita sedang mewariskan krisis pada generasi mendatang,” ungkapnya dengan penuh penekanan.
Lebih dari sekadar pesan lingkungan, GKRB mengaitkan gerakan ini dengan filosofi Jawa: Hamemayu Hayuning Bawana (menjaga kelestarian alam), Manunggaling Kawula Gusti (kesadaran spiritual menjaga ciptaan Tuhan), serta Sangkan Paraning Dumadi (kesadaran bahwa manusia berasal dan kembali kepada alam). “Merawat air dan bumi bukan hanya kebutuhan praktis, tapi ibadah sosial dan wujud syukur kita,” tambahnya.
Komunitas Banyu Bening menjadi bukti bahwa masyarakat bisa mandiri menjaga ketahanan pangan dan kedaulatan air. Air hujan yang biasanya terbuang justru diproses menjadi air minum gratis, menegaskan nilai kebersamaan sekaligus mengurangi ketergantungan pada air tanah. “Gerakan seperti ini patut direplikasi di wilayah lain, apalagi di Yogyakarta yang dikenal sebagai tanah budaya dan peradaban,” tuturnya.
Sri Wahyuningsih, pendiri Sekolah Air Hujan, menyampaikan rasa syukurnya atas dukungan dari Kraton Yogyakarta. Baginya, perjalanan 10 tahun Banyu Bening adalah bukti nyata bahwa komunitas mampu berkontribusi besar dalam mewujudkan kedaulatan air. “Air hujan adalah rahmat. Dengan mengelolanya, kita menjaga masa depan anak cucu kita,” katanya.
Acara Kenduri Banyu Udan bukan hanya perayaan, tetapi refleksi dan ajakan: bahwa bumi ini bukan milik kita semata, melainkan titipan untuk diwariskan dalam keadaan lestari. Dari Banyu Bening, Sleman, pesan itu mengalir deras—bahwa gerakan kecil dapat membawa arus perubahan besar.