INFOTIPIKOR.COM | PURWAKARTA – Penarikan sepeda motor konsumen leasing di jalan terjadi lagi di wilayah
Sadang, Purwakarta. Kendaraan yang diketahui sedang dipakai untuk bekerja tersebut diambil dan ditahan di Kantor Cabang FIF Cikampek, Rabu (13/10).
Kendaraan yang dikendarai IM (25) diketahui sudah telat angsuran selama empat bulan, namun terkait telatnya angsuran tersebut yang bersangutan sudah bermusyawarah dengan pihak debt collector yang biasa menagih kerumahnya.
“Sebelum motor itu ditarik di jalan, saya sudah ngobrol sama Debt Collector yang ngurus motor, kalau saya akan selesaikan dengan cara pelsus,” ujar IM ketika dikonfirmasi usai ditarik sepeda motornya di Kantor Cabang FIF Cikampek.
Pelsus merupakan pelunasan khusus untuk menyelesaikan pembayaran motor tersebut yang sudah direncanakan IM dengan pihak Debt Collector dari FIF, namun pelsus tersebut baru akan dilakukan pada akhir bulan Oktober setelah memiliki cukup uang.
Namun, belum sampai pada akhir Oktober motor tersebut ditarik oleh Debt Collector (DC) ketika digunakan IM di wilayah perempatan Sadang Kabupaten Purwakarta.
“Dulu saya juga pernah ditarik oleh DC sekitar bulan September masih di wilayah Purwakarta, setelah penarikan pertama itu, unit masih bisa dibawa pulang dengan kesepakatan akan dilakukan pelsus akhir bulan Oktober,” kata dia.
Tak sampai pada akhir Oktober DC yang berjumlah 6 orang kembali mencegat IM di Simpang Sadang lalu membawanya bersama sepeda motor tersebut ke Kantor Cabang FIF Cikampek.
“Awalnya saya diajak ngobrol di kantor FIF, dengan obrolan yang sama, bahwa saya akan menyelesaikan pembayaran dengan cara pelsus di akhir bulan, kemudian pihak FIF meminta kunci motor berasalan untuk mengecek fisik kendaraan dan meminta STNK untuk di foto copy, tapi setelah itu saya malah disuruh tanda tangan berita acara penyerahan unit. Saya tidak mau, tapi motor saya tetap ditahan,” kata IM.
Setelah kunci dan STNK diambil pihak FIF dengan alasan untuk di cek, kini sepeda motor IM harus tertahan di Kantor Cabang FIF Cikampek.
Sementara, pihak manjeman FIF, Hendra mengatakan, yang bersangkutan tetap harus membayar tunggakan pembayaran bulanannya,”dibayar saja angsurannya yang 5 bulan pak,” ujar Hendra ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Rabu (13/10).
Namun, Hendra tidak menjelaskan lebih jauh tentang penarikan sepeda motor tersebut, lalu mematikan sambungan telepon.
Terpisah Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Firman Turmantara mengatakan, penagih utang atau Debt Collector (DC) perusahaan pembiayaan diwajibkan mengikuti sejumlah ketentuan dalam proses penagihan kepada konsumen atau debitur.
“Mereka diwajibkan membawa sejumlah dokumen, yaitu, kartu identitas, sertifikat profesi dari lembaga resmi, surat tugas dari perusahaan pembiayaan, bukti jaminan fidusia, dan surat perjanjian kerjasama antara lembaga DC dan perusahaan pembiayaan,” kat Firman, melalui pesan tertulisnya.
Lebih lanjut, dijelaskan Firman, selain syarat berbagai dokumen diatas, penarikan unit kendaraan jaminan fidusia yang dikuasai debitu tidak diperbolehkan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI) Nomor 2/PUU-XIX Tahun 2021 tentang penyitaan unit kendaraan jaminan fidusia.
“Terlebih di masa pandemi, kendaraan yang digunakan untuk bekerja atau mencari nafkah harus dihindari, Presiden menyampaikan mereka (debitur) tidak perlu khawatir karena pembayaran bunga atau aturan diberikan kelonggaran selama 1 tahun,” kata dia.
Dengan penjelasan ketentuan berikut Firman nengatakan, pihak perusahaan pembiayaan tidak boleh melaksanakan eksekusi penarikan dilakukan sendiri, melainkan harus mengajukan permohonan pelaksaan eksekusi kepada Pengadilan Negeri.
“Pengadilan Negeri pada dasarnya telah memberikan keseimbangan posisi hukum antara debitur dan kreditur, hal itu dilakukan untuk menghindari timbulnya kesewang-wenangan dslam pelaksanaan eksekusi,” ucapnya.
Jika melihat penjelasaan dan pengakuan narasumber diatas, DC yang menarik unit kendaraan IM sudah jelas menyalahi aturan karena tak disertai dokumen yang sudah ditentukan, serta perusahaan pembiayaan juga tidak sesuai aturan karena melakukan proses eksekusi tidak berdasarkan aturan yang harus diselesaikan melalui pengadilan.
(Redaksi)